Perjalanan Karier Fabio Grosso, Piala Dunia dan Insiden Hampir Merenggut Nyawanya

Fabio Grosso

Fabio Grosso

Fabio Grosso adalah sosok yang akan selalu di ingat dalam sejarah sepak bola Italia. Perannya di Piala Dunia 2006 menjadi salah satu momen paling ikonik dalam sepak bola. Ia mencetak gol penting di semifinal melawan Jerman dan mengeksekusi penalti kemenangan di final melawan Prancis.

Kini, pada usia 47 tahun, Grosso telah beralih ke dunia kepelatihan. Ia saat ini menangani Sassuolo di Serie B setelah sebelumnya melatih beberapa klub, termasuk Lyon. Meski banyak yang ingin membicarakan momen Piala Dunia 2006, Grosso lebih fokus pada perjalanan yang membawanya ke sana.

Perjalanan kariernya penuh dengan tantangan dan persimpangan jalan yang menentukan masa depannya. Dari seorang gelandang kreatif yang berubah menjadi bek kiri hingga insiden mengerikan di Prancis, semuanya membentuk dirinya. Grosso mengaku bahwa kehidupannya di sepak bola adalah rangkaian keputusan yang membawa dampak besar.

Dalam wawancara denganĀ Repubblica, Grosso mengungkapkan berbagai pengalaman yang telah ia lalui. Ia berbicara tentang perjalanannya dari pemain amatir menjadi juara dunia, serta insiden saat bus tim Lyon di serang yang hampir merenggut nyawanya.

Artikel Terkait Lainnya : Berita Seputar Liga Italia

Perjalanan Menjadi Pahlawan Piala Dunia

Fabio Grosso tidak langsung menjadi bintang di sepak bola Italia. Ia mengawali karier di Serie C2 hingga akhirnya menembus Serie A bersama Palermo. Saat bergabung dengan tim nasional Italia, ia bukanlah nama besar yang diharapkan menjadi pahlawan.

Namun, keberanian dan kerja kerasnya membuatnya tampil luar biasa di Piala Dunia 2006. Golnya di semifinal melawan Jerman menjadi titik balik yang membawa Italia ke final. Ia juga menjadi penendang penalti terakhir yang memastikan kemenangan Azzurri atas Prancis.

Meski demikian, Grosso mengaku tak terlalu suka membicarakan penalti tersebut. Baginya, momen itu hanyalah bagian kecil dari perjalanan panjang yang telah ia lalui.

“Masalahnya adalah ekspektasi umum yang di miliki orang-orang. Saya bukan Antonio Cabrini, bukan Paolo Rossi, atau Toto Schillaci, tetapi semua orang mengharapkan saya seperti mereka,” ujar Grosso.

“Itulah mengapa saya tidak suka membicarakan penalti saya di Berlin. Itu hanya satu momen, tetapi saya telah menjalani begitu banyak kehidupan sebelum dan sesudah momen itu. Tidak banyak orang yang menyadarinya, tapi tak masalah.”

Dari Gelandang Menjadi Bek Kiri

Grosso sebenarnya bukanlah bek kiri sejak awal kariernya. Ia selalu memakai nomor 10 dan bermain sebagai gelandang serang. Namun, perubahan posisinya terjadi secara tidak terduga saat ia membela Perugia.

Suatu hari, bek kiri tim terkena skorsing dan Grosso di minta mengisi posisi tersebut. Penampilannya yang baik membuatnya tetap di percaya di posisi itu. Jika bukan karena kesempatan itu, mungkin ia tidak akan pernah mencapai Serie A.

“Saya lebih seorang seniman daripada bek sayap, saya selalu mengenakan jersey nomor 10. Lalu di Perugia, bek kiri terkena skorsing dan saya mengisi posisinya. Daripada di jual ke Serie C, saya justru menjadi pemain reguler di Serie A dan hidup baru pun dimulai,” tegasnya.

“Saat dihadapkan pada persimpangan, saya hampir selalu memilih jalan yang benar. Saya tidak punya penyesalan, karena saya selalu menjadi diri sendiri.”

Insiden Mengerikan Fabio Grosso di Prancis

Pada 2023, Grosso mengalami kejadian yang hampir merenggut nyawanya. Saat menjadi pelatih Lyon, bus timnya diserang oleh suporter Marseille. Sebuah botol kaca menembus jendela dan melukai wajahnya.

Grosso mendapatkan 15 jahitan di atas mata kirinya akibat kejadian tersebut. Ia merasa beruntung karena jika sedikit saja posisi kepalanya berbeda, botol itu bisa menghantam pelipisnya dan menyebabkan cedera fatal.

“Saya baru saja menoleh untuk menutup tirai jendela, dan mungkin itu yang menyelamatkan hidup saya, karena botol itu seharusnya menghantam pelipis saya. Sebagai gantinya, botol itu mengenai bagian atas mata kiri saya. Saya mendapat 15 jahitan,” ungkap Grosso.

“Saat itu, saya menyadari bagaimana rasanya hampir mati seketika. Itu adalah persimpangan lain dalam hidup saya. Bahkan, kemarin mereka mengeluarkan tiga pecahan kaca lagi, karena dokter Prancis lupa mengeluarkannya…

“Anda bisa melihat bekas lukanya, hasil jahitannya memang tidak terlalu bagus, tapi setidaknya saya masih di sini untuk menceritakan semuanya,” tutupnya.